Webinar via Zoom yang digelar oleh
NuArt, Bandung pada hari Rabu 29 Juli 2020 pukul 19.00-21.00 WIB. Nara sumber
utama adalah Lim How Ngean, pendiri Asian Dramaturgs’ Network. Cuplikan
diskusi berikut dicatat oleh M. Dinu Imansyah.
Dalam waktu 10-20
tahun belakangan, istilah “dramaturgy” menjadi “fashionable” karena hampir
semua seni pertunjukan (bahkan bagi non pertunjukan) juga menggunakan istilah
ini.
Kata “Dramaturgi”
sudah ada di setiap karya seni pertunjukan (apapun). Tujuan dari Dramaturg
adalah memperjelas tujuan dari karya itu. Menggali sisi “dramaturgi” dari sebuah
pertunjukan.
Menurut Helly
Minarti, di setiap pertunjukan Indonesia sudah mempunyai dramaturginya sendiri
walau tidak menggunakan istilah itu untuk menyebutnya. Dramaturgi meneliti aliran, bagian-bagian dan konteks pertunjukan.
Setiap pertunjukan
memiliki konteksnya sendiri; dii mana (pada siapa) pertunjukan itu digelar. Penting
bagi seorang Dramaturg untuk memiliki catatan sendiri (Dramaturg Note). Dramaturg adalah orang yang paling dekat
dengan kreator (sutradara/koreografer dll). Mereka harusnya bekerja sama,
saling berdampingan. Dramaturg bersifat invicible, tidak terlihat, tapi kita
masih bisa melihat kontribusi mereka dalam karya.
Apa batasan yang membedakan antara
kreator, kurator, co-director dan dramaturg?
Fungsi dari dramaturg
adalah memperkuat karya. Dramaturgi mempertanyakan pilihan-pilihan yang diambil
kreator dalam proses berkarya.
Seberapa jauh kontribusi dramaturg
memberikan andilnya tanpa menjadi kreator?
Dramaturg bisa
dibilang juga “kolaborator” dari kreator. Hal paling pertama dan utama dari
dramaturg adalah mempertanyakan proses. Fungsi sutradara/koreografer di Barat
sangat berbeda dengan di Asia. Dramaturgi dan fungsi2 teatrawan di Barat
kebanyakan lebih mengarah kepada bagaimana menyajikan pertunjukan ke penonton
sebagai “produk”. Sedangkan di Asia, banyak kesenian yang masih berhubungan
dengan norma dan agama sehingga lebih kompleks. Dramaturg bukan “Guru” yang
menentukan pilihan-pilihan kreator itu benar atau salah tapi lebih sebagai
“teman diskusi”. Pilihan akan selalu dikembalikan ke kreator.
Di
Indonesia sendiri memang belum ada pendidikan khusus untuk menjadi dramaturg. Hirarki
yang membedakan mana kreator, kurator dan dramaturg sebenarnya tidak terlalu
penting. Yang paling penting adalah bagaimana dramaturg bisa mendampingi
kreator untuk mendalami karya yang dia buat. Dramaturg dan teatrawan yang
terbaik adalah mereka yang mempelajari biologi, politik dan sosiologi. Di
wilayah di luar drama/teater, posisi dramaturgi bukanlah untuk mendramatisasi
tapi untuk membantu memperdalam proses sebuah karya pertunjukan. Dramaturg
menempatkan diri sebagai penonton atau masyarakat awam yang menjadi
penikmat/observer paling pertama dari karya seorang kreator sebelum karya itu
diluncurkan. (**)