Rabu, 22 April 2020

Gambar Puisi – Latihan Teater TbR Dari Rumah

Malam ini latihan teater TbR dari rumah masing-masing melalui WA Group dilanjutkan. Materi yang dilatihkan merupakan variasi dari “Gambar Cerita” yang pada malam sebelumnya telah dilangsungkan. Variasi tersebut berupa nomor permainan “Gambar Puisi” di mana setiap orang diwajibkan membuat puisi 1 bait yang terdiri dari 4 baris kalimat berdasarkan 1 gambar yang disajikan. Keterbukaan imajinasi dan nalar kreatif serta kemampuan menciptakan estetika kata (bunyi) sangat diperlukan. Hasil puisi satu orang dan orang lain pasti berbeda. Latihan ini tidak hanya menyajikan satu gambar saja melainkan beberapa gambar dengan objek berlainan. Interpretasi (pemaknaan) atas gambar serta kekayaan kosa kata sangat menentukan produksi teks puisi yang dihasilkan. Berikut ini karya-karya puisi yang tercipta melalui latihan “Gambar Puisi”.

Semilir angin behembus
Sejenak mata tak berkedip
Terpukau keindahan karyaMu
Semburat matahari membelah langit dikala senja.

Sepasang merpati telah pergi meninggalkan perpaduannya
Sedangkan hari masih cukup terang untuk bertengger dan meninggalkan kata-kata
Rupanya ia malu pada sepasang singa yang masih setia menyaksikan senja
Senja yang akan pergi namun tidak untuk terlelap, ia hanya berganti rembulan.

Mana pagi mana ujung hari
Entah hari mula entah senja
Seorang ibu yang menggugah buah hati
Seorang anak yang lupa orang tuanya.

Ketika hanya ku yg tersisa di antara hamparan rumput savana
Memandang senja di kejauhan cakrawala
Tak kuasa menahan Fitrah alam semesta
Namun yakin pasti kan bersua, seperti senja yg kan terbit esok lusa.

Sabda surya telah tiba
Sambut sinarku
Rengkuh hangatnya jadikan debar jantungmu
Kita mulai mengeja hari ini.
Semulia inikah Hadirmu
Jika merah adalah mata dan putih adalah makna
Ku maknai tatapanmu itu
Sayang engaku lah lukisan itu....

Menanti mu pasti tapi aku tidak.
Membuat harapan dengan mu tapi aku risau.
Jika sudah ditulis pasti kita bersama.
Biar di dini hari aku tetap menanti.

Sang surya mulai meredup.
Membawa aroma sendu cahaya.
Diufuk Timur esok kan kunanti.
Datangmu kembali membawa janji.

Rupa rupa sinar sang surya
Menembus awan dikala senja
Pohon menyambut dengan suka
Memandang jauh menembus cakrawala

Nama nama nama nama
Ragam rupa lintas cerita
Mana mana mana mana
Tak ku temu kau di sana.

Berbondong-bondong ramai
Berjubel-jubel penasaran
Ada apakah disana
Mengapa semua ingin kesana

Aku merasakan jantungku berdetak semakin cepat
Telingaku bedenging tidak karuan
Hidungku tersumbat bau keringat
Bau keringat itu adalah keringat berbagai kepentingan

Wajah bermacam-macam
Hati siapa tahu
Ragam bermacam ragam
Tetap anuti yang Satu.

Seribu muka seribu kepala
Lirik melirik berpasang-pasang mata
Berpacu melintas jalan
Berbondong-bondong entah kenapa.

Hiruk pikuk lalu lalang melintang
Semua berpacu menuju yang terdepan
Mari menepi menuju seberang
Menuju ketenangan tanpa beban.

Laku dan kayuh mereka tak kan padam
Menggaungkan irama kehidupan
Pijak derap langkah tak sirna
Oleh peluh semangat.

Tidak ada salahnya sejenak berdiam dalam keramaian
Mencoba tuk menemukan jalan kedamaian
Sejatinya kita hanyalah satu dalam ragam rupa dan cerita
Maka syukur yang selayaknya terucap, dalam fikiran hati dan lisan.

Peluhku luruh dalam riuh gemuruh
Sesak kudesak tapi makin melesak
Jingkit berjinjit mencari-cari
Hilang melayang dari panda

Eh jaran...
Kuda kuda kuda
Hai puan
Temani aku menanti senja

Kuda rupa muda mudi
Menatap tetap setiap sikap
Warna cahaya aneka nama
Geliat semangat teringat saat

Warna-warni kehidupan ibarat kuda.
Cepat dan laju bak kuda berlari.
Siapa yang berkertas bisa berkuasa.
Tetapi boleh jatuh tersadung dek kaki sendiri.

Matamu mengurung ragaku
Sedangkan jiwa ini bergejolak meminta kemerdekaan
Tidak kata sang hidung
Kemerdekaan hanya milik bambu.

Corat coret diatas kanvas
Garis demi garis bertabrakan
Warna demi warna berkolaborasi
Hai cantik.. siapakah aku?

Rona warna kelabuhi makna hati
Jika hati tak berwarna
Tak kan ada buta hati
Hati hatilah memaknai hati..

Warnamu warnaku
Kamu pun tau warna tubuhku
Berwarna-warni di antara bunga
Membara seperti anuku dan anunya.

Ragam garis liku dan warna dalam mampu melukiskan siapa kita sebenarnya.
Terpulas oleh keindahan dan untaian hiasan disekelinlingnya.
Namun begitukah sejatinya dirimu?
Ataukah itu hanya topeng palsu pemoles jiwa yang sebenarnya kelabu?

Bianglala mewujud padamu
Tapi tempias hujan buatmu pudar
Binar matamu jadi kelabu
Oh, tibakah waktunya berpisah?

Siapa kamu?
Dari depan monokrom dari samping colorful
Kaukah itu calon jodohku?
Kenapa baru sekarang kau muncul?

Segala soal datang silih berganti
Semakin penuh semakin jenuh
Ingin rasanya kulepaskan
Tolong.. pergilah dari kepalaku.

Guratan warna di mukamu
Membangkitkan jiwa senduku
Tak sanggup aku menahan nafsu
Ingin ku telisik bentuk aslimu.

Wahai insan rapuh..
Itukah kamu
Hantarkanku..
Dalam mimpimu.

Kau sentiasa menjadi kesukaan lelaki.
Pasti dan pasti lelaki mahukan kamu.
Jiwa mu ibarat merpati.
Bergelora senantiasa waktu.

Diri ini hitam, diri ini kelabu, diri ini hijau pun juga diri ini kuning
Dan, pelangi jika kau mau menyertakannya
Yang manapun mewujud dalam anganmu, itulah kekayaanku
Pun bila kau masih memilihku, kan kujadikan itu warna berharga hidupku.

Biru bukan aku
Merah pun hanya sebagian
Kadang putih, nila atau ungu
Semua semu lalu hilang perlahan

Buku buku itu tersimpan rapi di lemari
Dulu kau suka membacanya ketika mentari datang
Setelah satu abad lemari itu telah berpindah di kepalamu
Dan kini telah abadi bersama pikirmu

Kau kira hati ini tinta
Yang bisa kau hempaskan lalu jadi karya
Ini feeling bukan painting
Pas lagi sayang kau malah ghosting

Sret sret sret
Ceplak ceplak ceplak
Crot crot crot
Akhirnya jadi juga

Hayut.. Sirna..hilanng.
Pudar .. Bladus.. Abu abu..
Itulah kau..
Iya.. Kamu..

Setetes jatuh... ttuhh!!
Dua tetes nyembur, byurrrr!!
Tiga tetes menyebar.. byarr!!
Nyiprat... crot.. crot!!

Berbeza demensi membuat menitik.
Walaupun jelek tapi ada menariknya.
Tetap mewarnai semua walau hitam.
Kadang-kadang merah,biru hijau tetap ada.

Seklepret dua klepret rahasia yg terciprat dalam benak itu.
Mewarnai angan dan waktu dalam kalbu.
Mendekatlah maka hanya itu yg kan terlihat.
Namun menjauhlah, maka keindahan haqiqi pasti terungkap.

Minyak itu kini telah luruh bersama aliran darah
Ia tidak lagi menutup diri
Minyak telah berani melebur bersama yang cair lainnya
Lalu bukankan kamu harusnya begitu

Biarlah tumpah
Lama sudah rasa itu luber ke tepian
Senang, sedih, lara, bahagia
Biar menggumpal bersama

Itulah puisi yang berhasil dirangkai oleh Dinu, Bagus, Jarwo, Andri, Diyan, Tatag, Kris, Daniel, dan Djury. Pada objek yang jelas dan bisa dibayangkan bendanya, kosa kata yang dipilih untuk dirangkai pun terkesan mampu memaknakannya secara indah. Tetapi ketika objeknya abstrak, benda wujud tak bisa serta merta tercipta dikepala sehingga permainan bunyi (interjeksi) lebih mengusai. Meski tak semua begitu, namun demikian pulalah imajinasi yang dibangun berdasar pengetahuan konkrit yang dipelajari, dan diketahui. Keadaan abstrak yang tak pernah ditemui dalam kenyataan sulit juga mewujud dalam gambar di pikiran kecuali emosi (perasaan). (**)


12 komentar:

  1. Manusia, menyimpan program untuk mengenali objek yang telah dialaminya, seni jadi jembatan,menarik

    BalasHapus
    Balasan
    1. seni jadi jembatan, sunga, jalan, dan semuanya, hahahaha...

      Hapus
  2. Wah, ternyata jd bagus klo dikumpulkan. Serasa membaca karya penulis puisi beneran..hehe

    BalasHapus
  3. Bahkah.. Terbawa emosi dan perasaan yang pernah di alami pun muncull... Selamat ulang tahun mas eko...

    BalasHapus
  4. Keren abis... Kini aku sadar tawa dan tangis itu sama. Derita dan bahagia tidak beda... Karena semua tergantung kita...

    BalasHapus
  5. Menarik karena gak akan pernah ada karya yg sama meski dari stimulus yg sama... dan membaca karya yg berbeda2 dari orang lain adalah sebuah keasyikan tersendiri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, spontanitas dalam berkarya itu akan melahirkan hal-hal tak terduga dan beraneka warna

      Hapus
  6. Bagus dan menakjubkan hebat������

    BalasHapus