Kamis, 26 Juli 2018

Kartu Teknik dan Kartu Emosi

Latihan TbR pada hari Rabu 25 Juli 2018 menggunakan model kartu seperti latihan sebelumnya. Di dalam proses ini, peserta diberi tugas untuk melakonkan secara improvisasi teknik pemeranan dan emosi. Dalam latihan ini teknik pemeranan dasar seperti aside, soliloki, ping pong, perubahan status, dan kontras dilakonkan dengan emosi marah, senang, sedih, dan takut. Menjadi catatan penting di dalam latihan ini adalah ketepatan penerapan teknik terkait tema yang diangkat serta ciri fisik emosi karakter yang diperankan. Ada beberapa adegan menarik dan pas untuk dilakonkan dengan kombinasi teknik dan emsosi namun tidak sedikit pula yang kedodoran. Misalnya di dalam teknik kontras para pemeran kurang menyepakati penanda perubahan situasi sehingga adegan tidak dapat berlangsung secara kontradiktif. Di dalam latihan ini pemeran sering melupakan prinsip utama dalam improvisasi yaitu ikhlas dalam ber-reaksi. Pemeran masih sering berpikir untuk melakukan aksi sehingga justru sering blank di tengah adegan. Atas beberapa catatan selama latihan, pada pertemuan berikut bangunan dasar cerita, karakter, dan emosi harus dituangkan dengan sedikit lebih jelas sehingga pemeran dapat membangun cerita, karkater, dan emosi terlebih dahulu sebelum memeragakannya. Hadir dalam latihan Awis, Nimas, Andre, Bagus, Galang, Yayak, dan Be (**)

Selasa, 10 Juli 2018

Tancep dan Kartu Adegan

Senin, 9/06/18 TbR kembali berlatih lanjutan karakter. Khusus pada sesi ini peserta memahami tentang gravitasi bumi dalam kaitannya dengan pose, gestur, dan gestikulasi karakter ketika bejalan, diam, dan berbicara. Tidak mudah menerapkan hukum gravitasi dalam laku karakter. Di dalam wayang atau tari Jawa konsep ini diadopsi dalam "tancep" di mana penari mengambil posisi dan pose sesuai karakternya dengan mantap. TbR melatihkan ini dalam usahanya untuk melakonkan karakter di luar dari karakter pemain itu sendiri. Secara fisik latihan ini dapat dilakukan dengan kuda-kuda, pernafasan dan stomping seperti apa yang dilatihkan oleh Whani Darmawan. Namun secara psikologis, "tancep" berkait erat dengan keyakinan pemeran akan dirinya dan peran yang dibawakannya. Hal dasar ini mesti harus dilatihkan berulang sehingga dapat dipahami dan diterapkan dengan baik oleh para pemain TbR. Untuk menegaskan keyakinan itu, latihan dilanjut dengan "kartu adegan" di mana pemain diberi garis besar sebuah adegan untuk diperagakan secara improvisasi. Dalam beberapa karakter, pemain terasa enak membawakan terutama jika peran tersebut tidak terlalu jauh dari lingkungan keseharian pemain. Namun ketika peran tersebut memiliki latar sosial dan budaya berbeda, hantu keyakinan muncul dan merontokkan kemantapan pemain dalam berperan. Hantu ini mengusik pikiran dan kondisi fisik sehingga mengganggu penampilan. Peran yang semestinya dilakoni tanpa dipikir menjadi penuh beban pemikiran. Peran yang semestinya menyatu secara otomatis antara pikiran, perasaan dan perbuatan menjadi terpisah dan berada di ambang keraguan. Memang perlu usaha dan terus menerus berlatih. Hadir dalam latihan Andre, Awis, Nimas, Gilbo, Efa, Yayak, Garit, Benny, Bagus, dan pencatat latihan Dinu. (**)

Senin, 02 Juli 2018

Kartu Karakter

Latihan TbR pada hari Senin, 02/07/18 brfokus pada karakter dan emosi. Pada sesi latihan ini, kemampuan improvisasi pemeran dalam melakonkan karakter diuji. Tanpa diberi alur cerita atau tema, pemeran memilih sendiri karakter yang diberikan (ditulis dalam bentuk kartu) dan langsung memainkannya. Tentu saja banyak kekurangsesuaian terjadi terutama menyangkut pembangunan cerita secara bersama. Pemeran cenderung mempertahankan karakternya baik secara fisik maupun melalui kalimat dialog sehingga melupakan aturan dasar improvisasi yaitu, "ikhlas". Ketidakikhlasan ini menyeret laku adegan menjadi kabur. Pemeran tidak menemukan tema atau konflik bersama sehingga kelanjutan atau penyelesaian adegan sulit untuk ditentukan. Selain itu, pemeran sering mempertahankan ciri fisik mengingat bahwa karakter yang ia perankan tidak boleh disebutkan. Ketika ciri fisik yang semestinya hanya sebagai penanda awal karakter terbawa terus sepanjang adegan dan membuat pemeran tak lagi bebas dalam bermain. Konsepsi aksi-reaksi di mana penekannya ada pada reaksi pun menjadi buyar karena masing-masing mempertahankan karakter sehingga yang ada di dalam pikiran untuk diekspresikan adalah, "aksi". Hal yang sama terjadi ketika adegan diganti dengan "emosi". Semua terpaku pada emosi yang mesti dibawakan sehingga "karakter" tidak dimunculkan. Jadi siapa yang berekspresi emosional itu tak memiliki alamat jelas. Materi latihan ini menarik untuk diulang dan dikembangkan lagi demi menuju kemuliaan, "ikhlas". Hadir dalam latihan; Andre, Agung, Yayak, Garit, Awis, Efa, Bagus, Benny, Gilbo dan pengamat latihan Dinu. (Sip)