Selasa, 28 April 2020

Penyesuaian Adegan - Latihan TbR Dari Rumah


Malam ini TbR kembali mengadakan latihan dari rumah melalui WA Group. Materi utama latihan adalah “Penyesuaian Adegan” di mana setiap orang menyesuaikan adegan yang diberikan secara berantai menurut pandangan atau pendapatnya masing-masing. Karena proses penyesuaian dilakukan secara berantai dalam arti melalui beberapa tahap dan pikiran serta imajinasi bisa jadi adegan pertama yang diberikan akan berbeda jauh dengan adegan pada tahap penyesuaian terakhir. Inti dari latihan ini adalah mengobservasi dan mempelajari sekaligus melalukan kritik atas adegan tersaji.

Jalannya latihan adegan awal diberikan untuk dsesuaikan oleh Bagus. Setelah itu adegan hasil penyesuaian dari Bagus disesuaikan oleh Daniel. Dari Daniel lanjut ke Dinu, Andri, Galang, Awis, Tatag, Aji, Benny, dan terakhir Dilla. Hasil penyesuaian adegan di bawah diambil dari adegan penyesuaian awal dan terakhir.

Adegan awal: Parno pergi ke kantor jalan kaki. Di tengah jalan bertemu Misno teman lamanya. Mereka kemudian berbicara tentang bisnis masing-masing. Misno rupanya penjual ayam. Kadang ayam goreng tetapi tidak jarang juga ayam hidup. Saat mereka bicara, Surtigan lewat dengan motor balapnya. Ia ngebut, menoleh ke Parno dan Misno, meneriaki mereka dan akhirnya terjungkal, motornya terjerembab.

Penyesuaian: Parno pergi ke kantor jalan kaki. Dia menggunakan sepatu baru yg semalam dibelinya di malioboro. Di tengah jalan bertemu Misno teman lamanya. Kala itu Misno sedang berdiri menunggu bis yg biasa menjemputnya bekerja. Mereka kemudian berbicara tentang bisnis masing-masing. Misno rupanya penjual ayam. Kadang ayam goreng tetapi tidak jarang juga ayam hidup. Saat mereka bicara, Surtigan lewat dengan motor balapnya. Ia ngebut dengan kecepatan 300 km/jam, menoleh ke Parno dan Misno, meneriaki mereka dan akhirnya terjungkal, motornya terjerembab.

Penyesuaian terakhir: Tidak seperti pagi biasanya, di mana Parno kerap mengendarai motor ke kantornya, pagi itu dia pergi ke kantor dengan berjalan kaki sembari menikmati suasana kota melihati pohon di pinggir jalan yang semakin rimbun dan berembun. Semalam memang dia baru saja membeli sepatu baru di Malioboro dengan uang yang diberi oleh orang tuanya. Sayang betul kalau jejalan pagi itu tidak dia tingkahi dengan jumawa. Meskipun pagi itu cukup dingin namun dengan melawan rasa dingin itu dia tetap melangkah sok gagah dan langkah yang mantap dan tegap, tak mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Sesekali dilihatnya sepasang sepatu barunya, lalu tersenyum, dan kembali berjalan. Ketika melewati perempatan, terbersit seseorang yg pernah ia kenal di pandangannya, langkahnya terhenti sejenak dan memperhatikan tingkah lakunya, terbersit dia seperti mengenalnya dan dengan ragu-ragu. Ketika ia menoleh rupanya orang itu adalah Misno, teman lamanya. dengan gembira Parno lalu memangilnya dengan sebutan "bajingan, Misno kowe". Kala itu misno sedang berdiri menunggu bis yg biasa menjemputnya bekerja, Kopata jalur 4, agak lama ia menunggu bis itu. Misno pun kaget dan memeluk Parno. Parno dan Misno dulu teman satu pesantren. Namun semenjak lulus pondok, mereka menjalani hidup mereka masing-masing dan tak pernah berkabar lagi. Nasib mereka berdua jauh berbeda, Parno yang mengenakan kemeja perlente berwarna biru muda, berbanding terbalik dengan Misno yang hanya mengenakan kaos bekas partai pemilu 1999. Walaupun begitu mereka berdua tetap terlihat akrab tanpa mempedulikan penampilan satu sama lain. Mereka kemudian berbicara tentang bisnis masing-masing. Misno rupanya penjual ayam. Kadang ayam goreng tetapi tidak jarang juga ayam hidup utuh berserta jeroannya, cukup laris katanya karena dia mendapat istri benama Suminah yang jago mengolah ayam itu. Misno sudah berkeluarga setahun setelah dia lulus dari pesantren, sementara Parno masih jomblo karena pilihannya sendiri. Di tengah pembicaraan mereka yang semakin hangat, tiba-tiba mereka mendengar suara motor dengan knalpot bombongan yang sangat riuh. Ternyata itu adalah Surtigan si "Playboy Pesantren" lewat dengan motor balap berwarna oranye gonjreng yang dia dapatkan dari hasil menang judi karena nomer hongkong yang ia dapat dari mimpi semalam tembus . Ia ngebut dengan kecepatan 300 km/jam dengan pongahnya dan hanya menggunakan satu tangan, seolah jalanan adalah miliknya belaka. Tiba-tiba dia menoleh ke Parno dan Misno, meneriaki mereka dengan kata "WOY KERE!" dengan maksud jumawa namun akhirnya malah terjungkal karena tidak melihat ada lobang aspal yg cukup besar di depannya, motornya terjerembab, ringsek, dan spionnya patah. Bibirnya terantuk pinggiran trotoar yang berwarna biru putih. Seketika lima gigi depannya rontok, diantaranya gigi seri, gigi taring, serta gigi geraham paling depan, dan mulutnya mengeluarkan darah segar seperti darah ayam ketika dipotong lehernya.

Jika diperhatikan dari adegan awal yang diberikan telah terjadi penyesuaian berkali-kali. Kalau disandingkan adegan awal dengan hasil akhir adegan penyesuaian pasti terjadi banyak perbedaan. Bukan adegan yang berbeda melainkan detail adegan yang bertambah. Kemungkinan setiap penyesuai tidak menyangka bahwa ketika pada saat adegan yang ia sesuaikan itu disesuaikan oleh teman yang lain, hasilnya sangat di luar dugaannya. Inilah proses penelisikan adegan yang biasa terjadi di kepala penonton ketika adegan di atas panggung dilangsungkan. Ada detail-detail yang mungkin ingin ia tambahkan namun tak terucapkan. Proses semacam inilah yang dikehendaki dalam teater pembelajaran. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar